Menjadi Pembicara dalam Peluncuran Buku untuk Martin van Bruinessen, Direktur ISLaMS Sebut Pergeseran Penggunaan Kitab Kuning di Lembaga Pendidikan

ISLaMS, Yogyakarta – Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar kegiatan Peluncuran dan Diskusi Buku (Book Launching and Discussion) bertajuk "Trajectories of Indonesian Islam: Festschrift in Honour of Martin van Bruinessen", yang disunting oleh tiga ilmuan penting, Prof. Farish Noor, Ibu Lies Marcoes, dan Prof. Moch. Nur Ichwan, pada Senin (19/05). Penulisan dan peluncuran buku tersebut dilakukan sebagai bentuk penghormatan atas kontribusi besar Prof. Martin van Bruinessen dalam kajian Islam di Indonesia dan Asia Tenggara. Direktur ISLaMS, yang juga merupakan dosen dan Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum, Prof. Euis Nurlaelawati, turut terlibat dalam penulisan dan peluncuran buku tersebut.
Acara yang berlangsung secara luring di Gedung Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga serta daring melalui Zoom Meeting ini dibuka secara resmi oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi, S.Ag., M.A., M.Phil., Ph.D., yang juga menjadi salah satu penulis dalam buku yang diluncurkan. Dalam sambutannya, Prof. Noorhaidi menegaskan pentingnya terus membangun ruang-ruang diskusi akademik yang kritis dan terbuka, terlebih dalam merespons tantangan kontemporer studi Islam.
Selain Euis Nurlaelawati, diskusi peluncuran buku ini menghadirkan tiga akademisi terkemuka lainnya, yakni Prof. Dr. Farish A. Noor, Prof. Dr. Moch. Nur Ichwan, Ph.D., dan Prof. Dr. Muhammad Wildan. Keempat akademisi tersebut menyampaikan paparan terkait buku serta pentingnya kajian-kajian dalam bidang dan isu-isu yang selama ini digeluti oleh Prof. Martin van Bruinessen.
Dalam paparannya, Prof. Euis Nurlaelawati, Ph.D., mengungkapkan ketertarikannya terhadap fokus kajian Kitab Kuning, isu yang dikaji dan ditulis oleh Prof. Martin dalam bukunya berjudul Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat. Prof. Euis membagikan ketertarikannya pada isu modernisasi hukum keluarga Islam di Indonesia yang dikaitkan dengan penggunaan Kitab Kuning di lembaga peradilan agama, terutama setelah adanya upaya modernisasi hukum keluarga Islam. Ketertarikan tersebut dituangkannya dalam disertasi yang salah satu pengujinya adalah Prof. Martin di Universitas Utrecht, Belanda.
Meskipun fokus utamanya bukan hanya pada Kitab Kuning, disertasinya juga membahas isu keberterimaan para hakim dan masyarakat terhadap pembaruan hukum yang ditawarkan negara. Dalam konteks itu, Kitab Kuning yang sebelumnya menjadi rujukan utama para hakim tetap menjadi bagian dari pembahasannya. Isu tersebut kemudian kembali ia angkat dalam tulisan untuk buku persembahan bagi Prof. Martin ini. Ia menyebut bahwa Kitab Kuning masih digunakan dalam pendidikan hukum dan peradilan agama, meskipun dalam tingkat yang berbeda, antara lain karena perubahan kurikulum yang disesuaikan dengan gelar baru (sejak 2016) bagi lulusan Fakultas Syariah dan Hukum, yaitu Sarjana Hukum.
“Meskipun terdapat pergeseran, para hakim masih mengutip teks Arab dalam pertimbangan hukumnya sebagai bentuk legitimasi,” ujarnya. Prof. Euis juga mengusulkan perlunya evaluasi kurikulum Fakultas Syariah dan Hukum yang menekankan pada penggunaan Kitab Kuning, agar tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat Muslim dan kebutuhan ijtihad yang didasarkan pada pandangan-pandangan progresif para ulama klasik.
Paparan Prof. Euis sejalan dengan pemikiran para editor dan penulis lain dalam buku ini, yang mengangkat isu-isu yang menjadi perhatian utama Prof. Martin. Dalam paparannya, salah satu penulis, Prof. Farish, misalnya, menyesalkan minimnya artikulasi pemikiran dari pusat-pusat kajian Islam di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang menyebabkan definisi tentang Islam di kawasan ini lebih banyak ditentukan oleh pihak luar.
Dalam sesi khusus, Prof. Martin merefleksikan arah studi Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, sekaligus memperkuat komitmen akademik dalam menjaga independensi dan daya kritis keilmuan Islam di tengah arus globalisasi dan perubahan sosial. (GRS)